Sejarah Bangsa Indonesia dalam perspektif Komunikasi

    Sejarah Bangsa Indonesia dalam perspektif Komunikasi

    BANDUNG - Setiap negara dunia, pastilah memiliki sejarah bangsanya. Karenanya sejarah bangsa, amatlah penting bagi suatu bangsa. Menjadikan bangsa, akan mudah untuk bangkit karena memiliki pegangan yang kuat. Sebagai pembelajaran atas apa yang pernah dilakukan dimasa lalu. Amerika merdeka  4 Juli 1776 mengeluarkan Deklarasi Kemerdekaan Amerika. bahwa semua orang diciptakan sama,  revolusi Prancis 20 September 1792 membawa  stratifikasi sosial dihapuskan. 

    Dan Indonesia merdeka, melahirkan konstitusi, pembentukan negara. Lahirnya hukum dasar tertulis,  Undang-Undang Dasar 1945. Ujudnya terdiri atas Pembukaan, Batang tubuh, dan Penjelasan, disyahkan melalui sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.  Pun lima butir Pancasila termaktup pada pembukaan UUD 1945. Dalam konteks tema hari ini adalah refleksi kemerdekaan RI.  

    Refleksi Kemerdekaan RI
    Bicara refleksi kemerdekaan RI, adalah gerakan kesadaran sebagai jawaban atas kemerdekaan itu sendiri. Dalam  mewujudkan kemerdekaan berikut tujuan kemerdekaan, atas wilayah kepulauan yang membentang  dari Sabang sampai Merauke disebut dengan Nusantara. Nusantara itu kini, menjadi sebagian besar wilayah negara Republik Indonesia. 

    Kata Nusantara ini tercatat pertama kali, dalam literatur berbahasa Jawa pertengahan abad ke-12 hingga ke-15, untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit. 

    Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Walau  sebutan nama Hindia pernah pula diberikan oleh penjelajah asal Portugis bernama Vasco da Gama pada abad ke 15 yang menemukan kepulauan Indonesia.

    Sejak abad ke-12, akibat lalu lintas perdagangan laut, pedagang-pedagang islam dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok berbaur dengan masyarakat nusantara. Ketika itu diberbagai kepulauan nusantara, bermunculan banyak sekali kerajaan-kerajaan islam-kesultanan, walau sebelumnya sudah ada kerajaan islam Perlak tahun 840 Masehi dan lainnya. Masyarakat ini pula,  kemudian banyak berperang melawan penakluk dan pemecah belah kerajaan-kerajaan islam di nusantara. Mereka datang dari Eropah guna mengambil rempah-rempah dan ingin menguasai bumi nusantara. Di beberapa buku teks, tercatat sebagai penjajahan  dari Eropah, dan Jepang, lamanya hingga tiga setengah abad. Walau sebagian masyarakat kita, ada yang tidak sependapat dengan kata penjajahan itu. Terdapat beberapa kerajaan-kesultanan bergabung dengan republik Indonsia  sesudah kemerdekaan RI, yang merasa tidak pernah dijajah.

    Gerakan-gerakan membebaskan nusantara dari penaklukan bangsa Eropah terus berlanjut. Dengan munculnya gerakan-gerakan pemuda, seperti kongres pemuda kedua 27-28 Oktober 1928 di Jakarta. Dikenal dengan “Sumpah Pemuda”, satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.  Ikrar itu  dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Keputusan ini menegaskan cita-cita akan "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Rumusan kongres sumpah pemuda ditulis oleh Muhammad Yamin  pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato, pada sesi terakhir kongres, kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Muhammad Yamin.

    Kemudian  tahun 1945 terbentuk pula, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), mereka bersidang pada tanggal 29 Mei-16 Juli 1945, membicarakan apa yang menjadi dasar Negara Indonesia. Dan berlanjut pada Sidang-sidang panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 – 19 Agustus 1945. Itu juga dapat dilihat pada himpunan risalah sidang-sidang tersebut yang tersimpan pada Sekretariat Negara, dikutip dari naskah Persiapan UUD 1945, jilid pertama, tahun 1959 oleh. Prof. Muhammad Yamin. 

    Mr. Muhammad Yamin berpidato dua kali, tanggal 29 mei dan pada 31 Mei 1945, Pidato tanggal 29 Mei 1945 berjumlah 20 halaman itu menyampaikan lima (5) usulan dasar Negara Indonesia, yaitu: I. Peri Kebangsaan; II. Peri Kemanusiaan; III. Peri Ketuhanan; IV. Peri Kerakyatan; V. Kesejahteraan, dengan menguraikan satu persatu dari lima usulan dasar Negara Indonesia. Sedangkan pada tanggal 31 Mei Mr. Muhammad Yamin menyampaikan daerah negara-kebangsaan Indonesia, yang membagi wilayah-wilayah nusantara dengan delapan daerah, sebagai tumpah darah nusantara.         

    Sementara Mr. Prof. Soepomo pidato pada tanggal 31 Mei 1945,  menguraikan konsekuensi dari teori Negara, dasarnya negara  Indonesia merdeka menurut dasar pengertian staatsidee apa?, menyampaikan pilihan republik atau monarchi?. Dan menguraikan bahwa Kepala Negara harus sanggup memimpin rakyat seluruhnya, dan mengatasi segala golongan dan bersifat mempersatukan Negara bangsa.

    Kemudian hari selanjutnya tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mendapat giliran berpidato di dalam gedung Pejambon Jakarta dibawah pimpinan  sidang Dr. KRT Rajiman Wedyodiningrat. Ir. Soekarno memulainya dengan kalimat sudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya. Maka sekarang saya mendapatkan kehormatan dari paduka tuan ketua untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka.

    Ir.Soekarno pun mempertanyakan, “apakah kita hendak mendirikan Negara Indonesia merdeka, diatas Weltanschauung, apa Nasional-sosialisme-kah, Marxisme-kah, San Min chu I-kah. Kemudian menjelaskan prinsip : 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme-atau perikemanusiaan; 3. Mufakat atau demokrasi; 4. Kesejahteraan sosial. Lalu ia membuat kalimat pertanyaan, saudara-saudara apakah prinsip ke-5?, karena saya telah mengemukakan empat prinsip” katanya. Maka prinsip ke-5 Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa. Saudara-saudara dasar Negara telah saya usulkan lima bilangan. Inikah Panca Dharma?. Bukan, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia. 

    Jika saya peras yang lima menjadi tiga: sosio-nationalisme; sosio-democratie; dan ketuhanan. Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang pada Trisila ini, dan minta satu dasar saja?. Baiklah saya jadikan satu, yaitu, negara gotong royong. Maka dari itu, jikalau bangsa Indonseia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu menjadi satu realiteit.

    Sidang pun, dilanjutkan rapat akbar pada sidang ke-dua, mulai 10 –17 Juli 1945 untuk perancangan UUD. Kemudian dilanjutkan lagi, dengan membentuk panitia kecil, yang disebut Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia, yang disingkat PPKI. Itu berlangsung selama dua hari, tanggal 18-19 Agustus 1945. Guna menatapkan UUD 1945 atas kemerdekaan Indonesia. UUD 1945 itu terbagi atas dua bagian: pembukaan dan batang tubuh. Pada pembukaan UUD 1945 dimasukkanlah butir-butir lima sila, sebagai dasar Negara. Butir-butir lima sila itu: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa; 2.Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3.Persatuan Indonesia; 4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ke lima butir sila tersebut, sama seperti yang ada  pada butir-butir Pancasila sekarang ini, menjadi putusan secara kilat dan diterima menjadi ketetapan pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. 

    Itu terjadi sehari sesudah kemerdekaan Indonesia. Teks proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno untuk pertama kali di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. Pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Siang harinya, baqda shalat jumat di Jakarta, begitu antusias dan  euforia-nya  pemuda-pemuda menyampaikan pesan kemerdekaan kepada masyarakat lainnya. Secara bersahutan, mereka meneriakkan “Merdeka bung, Allahuakbar” tersimpan bersamaan dengan lukisan cat minyak “Teks Proklamasi, ”karya penulis tahun 1980. Settingnya ditempat dibuatnya Teks Proklamasi,  di-rumah bekas Laksamana Tadashi Maeda jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta, disimpan di Gedung Juang 45, Jakarta.

    Perspektif komunikasi
    Sesuatu informasi harus disampaikan secara benar dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga informasi itu akan diterima oleh masyarakat secara luas. Kebenaran itu kata kuncinya pada fakta sejarah. Karena sejarah tidak dapat terlepas dari unsur manusia, ruang, dan waktu. Untuk menilai kebenarannya, sebuah peristiwa, sejarah harus memiliki bukti-bukti yang menguatkan, seperti saksi mata peristiwa, peninggalan-peninggalan, dokumen, dan catatan. Herodotus, adalah ahli sejarah pertama dunia yang berkebangsaan Yunani, mengatakan sejarah adalah ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan kenyataan.

    Dalam teori-teori ilmu komunikasi, ketika mengemukakan  sejarah,  mengungkap kehidupan manusia di-masa lampau. Terdapat enam pertanyaan penting yang segera dijawab, yaitu: What (apa) menunjuk pada peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Who (siapa) menunjuk pada orang atau tokoh yang terlibat dalam peristiwa. When (kapan) menunjuk waktu terjadinya persitiwa tersebut. Where (di-mana) menunjuk pada tempat peristiwa terjadi. How (bagaimana) menunjuk pada proses terjadinya peristiwa tersebut. Why (mengapa) menunjuk pada keterkaitan sebab akibat peristiwa tersebut.

    Bagi orang yang menyimak sejarah, berdasar teori ilmu komunikasi diatas, dapat membawa imajinasi seakan terlibat dalam cerita masa lalu.  Karena sejarah direkonstruksi dari kisah di masa lalu yang melibatkan data-data otentik, bersumber dari kesaksian pelaku kejadian, atau sumber lainnya. Narasinya mengalir dari kisah nyata dan benar-benar terjadi. Sepatutnya, sejarah diletakkan pada tempatnya, sejarah sebagai ilmu. Tempat dimana masyarakat mencari kebenaran. Janganlah unsur politik atau kepentingan lainnya dihadirkan kedalamnya. Bila itu terjadi, tentunya masyarakat menjadi ragu, penolakan tak terelakan, masyarakat menjadi lelah, capek. Bila demikian halnya, tentu terjadi kegaduhan yang mengganggu untuk bangkit, mencapai tujuan bangsa. Mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tercapaikah?. 

    77 tahun sudah, cita-cita kemerdekaan itu, masih jauh panggang dari api, terasa sulit. Atau mungkin, dapat kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

    Bandung

    Eddy Syarif

    Tukang Foto Keliling

    bandung eddy syarif
    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    Kemerdekaan, Jangan Lepas dari Genggamanmu!

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Komentar

    Berita terkait