JAKARTA - Pemerintah telah mengeluarkan aturan mengenai pelarangan impor pakaian bekas. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Larangan tersebut dinilai merupakan langkah pemerintah yang salah satunya untuk melindungi industri tekstil dalam negeri. Melihat kebijakan tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima menilai fenomena masuknya pakaian bekas impor tersebut menjadikan Indonesia dijadikan sebagai negara penampung sampah baju bekas. Sebab, pakaian bekas yang masuk ke Indonesia merupakan pakaian bekas yang dikumpulkan kemudian dijual kembali di Indonesia.
"Ini Indonesia dijadikan sampah luar negeri pakaian, dan di sini (pakaian bekas impor) dijual. Jadi, kita sekarang kasarnya dikesankan pemerintah ini tidak mampu mencukupi sandang rakyatnya yang 270 juta (penduduk), " ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut dikutip dari wawancara dengan media, Kamis (23/3/2023).
Padahal, menurut Legislator Dapil Jawa Tengah V ini, industri tekstil di Indonesia sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang murah.
"Padahal di siki banyak sandang yang murah, mau dari alas kaki, mau dari pakaian luar, baik itu wanita, baik itu lak-laki, baik itu pakaian olahraga, pakaian sekolah. Kita ini mampu mencukupi dengan harga yang terjangkau. Intinya kita tidak kekurangan sandang, " jelasnya.
Untuk itu, Aria menekankan agar pemerintah dapat memperkuat koordinasi dalam melakukan pengawasan di lapangan, termasuk pengawasan hingga ke tingkat daerah.
"Pak Presiden bilang lakukan pengawasan, (pengawasan) ini harus terkoordinasi, tidak bisa hanya di (Kementerian) Perdagangan saja, tetapi juga harus di Bea Cukainya, harus di Kepolisiannya, harus di dinas-dinas kabupaten/kota, harus secara masif ya, " tegasnya. (bia/rdn)
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|